Skip to main content

MENGENAL MAKANAN DARI KAKI LEMBU (KALEDO)

Hai semua :)
Cerita hari ini datang dari makanan yang mungkin belum pernah kalian dengar namanya, yaitu KALEDO. Mau tau cerita dan sejarah lengkapnya? YUK BACA SAMPAI HABIS!





Kaledo adalah singkatan dari Kaki Lembu Donggala. Makanan khas masyarakat Donggala di provinsi Sulawesi Tengah, tepatnya di kota Palu. Makanan ini mirip dengan sup buntut, bedanya tulangnya dari kaki lembu dan disajikan bukan dengan nasi melainkan dengan ubi. Tulangnya itu sendiri adalah ruas tulang lutut yang masih penuh dengan sum-sum. Ada juga yang mengatakan, bahwa Kaledo berasal dari Bahasa Kaili, bahasa penduduk Palu. Ka artinya Keras, dan Ledo artinya Tidak, sehingga dapat diartikan "tidak keras"

Dibalik rasanya yang khas itu, terdapat rangkaian kisah yang menggambarkan perjalanan peradaban etnis Kaili, dari masa ke masa di Lembah Palu. Bagaimanakah perjalanan itu, berikut penuturan seorang budayawan dan pemerhati sejarah Sulawesi Tengah.


Sebagian orang sering mengartikan Kaledo merupakan singkatan dari Kaki Lembu Donggala. Untuk masa kini, arti tersebut ada benarnya, namun jika dilihat dari sisi sejarah tidak tepat. Lahirnya Kaledo, juga bersamaan dengan tumbuhnya budaya Kaili –Kulawi di Lembah Palu.

Sebelum masuknya ajaran Islam pada abad 16, etnis Kaili dan Kulawi hidup dalam masa pra sejarah atau menganut paham animisme. Pada masa itu, masyarakat Lembah Palu dengan segala kondisi geografis yang didominasi panas, perbukitan dan hutan, sehingga banyak hewan yang tinggal dilembah ini. 

Pada masa itu, masyarakat animis Lembah Palu telah mampu menciptakan satu resep masakan, dengan bahan dasar potongan kaki hewan, yang diolah secara sederhana. Sederhana, karena bumbu utama yang dibutuhkan hanyalah asam muda, garam, cabe segar (diutamakan yang masih hijau), serta satu jenis tumbuhan yang dominan hidup di lereng-lereng pegunungan, orang Kaili menyebut dengan Tava Nusuka.

Pada masa itupula, Kaledo yang dibuat masyarakat etnis Kaili, berbahan dasar potongan kaki berbagai jenis hewan, seperti Kaki Kambing atau kaki Babi hutan. Dan seiring perkembangan budaya hidup masyarakat etnis Kaili di Lembah Palu, utamanya setelah ajaran Islam masuk pada abad-16. Karena pengaruh ajaran dan nilai Islam yang jadi keyakinan masyarakat, bahan dasar Kaledo juga ikut berubah hanya dengan memanfaatkan Kaki Sapi.

Namun, pada saat itu, bahkan juga hingga saat ini, ada dua jenis kuliner namun satu rasa yang dikembangkan masyarakat Kaili, yakni Uta Poiti dan Kaledo. Satu rasa, karena mulai dari cara mengolah dan bumbu yang digunakan sama, perbedaannya hanya pada, pada Uta Poiti selain menggunakan potongan tulang yang masih tertempel daging, ditambah dengan daging murni serta jeroan. Sedangkan pada masakan Kaledo, murni menggunakan potongan Kaki Sapi.

Dahulunya, Kaledo merupakan sajian kehormatan oleh para raja-raja di Lembah Palu bagi para tamu kehormatan dari kaum bangsawan yang disebut dengan Toma Oge atau Toma Langgai atau Langga Nunu. Biasanya, mereka adalah para pembesar dari sub-sub kerajaan di lembah Palu. Pada jamuan-jamuan makan yang diselenggarakan, para tamu dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan status sosial undangan. Untuk raja atau pembesar kerajaan, jamuan makan bersama raja berlangsung didalam ruangan rumah (Rara Banua). Untuk para punggawa kerajaan, jamuan makan berlangsung di teras rumah (Ri Tambale), sedangkan untuk rakyat biasa jamuan makan berlangsung di halaman rumah (Ri Poumbu). 


Selama acara jamuan makan, ada etika yang harus dipatuhi seluruh peserta, yakni acara makan harus diawali oleh pembesar, dan jika sang pembesar (Toma Oge) belum selesai makan maka peserta tidak boleh berhenti makan, boleh berhenti dengan syarat tidak boleh cuci tangan. Jika ketentuan tersebut dilanggar peserta, maka pelaku akan dikenai sanksi adat atau denda yang disebut dengan Kivu atau Sompo. Sangsi atau denda bisa berupa sejumlah uang atau hewan ternak seperti Kerbau, besaran denda disesuaikan dengan kondisi ekonomi peserta.




Sekian yang dapat saya bagikan buat teman-teman semua yang membaca tulisan ini, semoga bermanfaat, jangan lupa makan sehat dan bahagia😀 Sampai bertemu di tulisan selanjutnya! Salam Indonesia Jaya!

Comments

Popular posts from this blog

Masakan Asia

Hai semua :) Tulisan di minggu ke-lima ini saya akan menuliskan tentang masakan Asia. Makanan Asia (Asian Food) didefinisikan sebagai sebutan untuk makanan khas negara – negara di Benua Asia. Setiap negara – negara yang ada di Benua Asia memiliki citra rasa yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Beberapa negara di Asia memiliki ciri khas rasa makanan yang hampir sama dan memiliki komposisi makanan yang serupa. Namun, ada pula negara yang memiliki pengaruh kuliner dari benua lain seperti Amerika ataupun Eropa. Dibandingkan dengan makanan Eropa atau Amerika, makanan Asia cenderung lebih kompleks dalam hal rasa dan proses pembuatannya, karena umumnya makanan Eropa dan Amerika dimasak dengan cara yang lebih simple dengan bahan seperti garam, saus, susu dan umumnya menyajikan daging sebagai menu utama. Sedangkan makanan Asia umumnya menggunakan berbagai bumbu dan rempah – rempah tradisional, dengan proses pembuatan yang lebih lama dan kompleks serta cara penya

MAKANAN KHAS SUKU BATAK!

TAHUKAH KAMU MAKANAN KHAS SUKU BATAK??? Dalam tulisan saya kali ini, saya akan mengulas sedikit beberapa makanan khas suku Batak. Buat kamu yang berasal dari suku batak, belum sah rasanya dikatakan "orang Batak" kalau belum pernah mencoba beberapa makanan yang akan dibahas ini. Tanpa banyak basa-basi yuk di simak lebih lanjut lagi!  Makanan khas dari suku batak memiliki keunikan dari segi penggunaan bumbu dan rempah.  Masakan Khas Batak biasanya sering menggunakan bumbu dalam racikan kuliner khas Batak adalah Andaliman. Bumbu masakan khas Asia yaitu Andaliman berasal dari kulit luar buah beberapa jenis tumbuhan dari marga Zanthoxylum yakni suku jeruk-jerukan, Rutaceae.  Andaliman merupakan bumbu yang digunakan hanya untuk   masakan Batak , sehingga dikenal orang luar daerah sebagai merica batak. Andaliman (Merica Batak) Berikut ini beberapa makanan khas batak yang pastinya layak dijadikan pilihan Anda bila menginginkan berbagai macam kuliner khas Bata

BELAJAR DI HOTEL SANTIKA BSD - TABLE MANNER CLASS

Halooooooo!! Hari ini saya ingin bercerita pengalaman seru saat mengikuti Table Manner Class di Hotel Santika BSD dua hari lalu (Sabtu, 5 November 2016). Kegiatan ini diadakan terkait dengan mata kuliah Budaya Makanan di semester 7 ini bersama dosen pengampu Bapak Dr. Albert Kuhon. Apa saja yang dipelajari dan bagaimana keseruan kegiatan ini.. yuuukkk baca lebih lanjut! Pagi itu, Sabtu, 5 November 2016 kami mahasiswa Teknolog Pangan angkatan 2013, Universitas Surya berpakaian rapih dan sopan memasuki Hotel Santika BSD. Acara dibuka dengan workshop atau penjelasan singkat tentang materi Table Manner Class. Hal-hal yang saya dapatkan saat workshop tersebut adalah sebagai berikut: - Berpakaian yang rapih dan sopan - Posisi duduk harus tegak, tidak boleh bersandar atau membungkuk - Ketika makan, sendok/ garpu yang mendatangi mulut, bukan mulut kita yang mendatangi sendok/ garpu - Ketika dalam satu meja makan, ada seseorang yang belum selesai pada hidangan pembuka, maka ya